File:Journey to the Past, Gunung Kawi Temple, Bali.jpg
Original file (4,032 × 3,024 pixels, file size: 3.57 MB, MIME type: image/jpeg)
Captions
Captions
Summary
[edit]
| Description |
English: Gunung Kawi Temple, also known as Gunung Kawi cliff temple, is an enchanting 11th-century temple and funerary complex nestled in the village of Tampaksiring, Bali. This protected archaeological site spans both banks of the Pakerisan River, captivating visitors with its unique location carved into the rock cliffside.
Legend has it that Gunung Kawi Temple got its name from the combination of "Gunung" meaning "mountain" and "Kawi" referring to "sculpture," signifying a temple carved on a mountain. Built during the reign of King Udayana and continued until the rule of Anak Wungsu, it holds great historical significance within Bali's Warmadewa dynasty. The temple features a remarkable 315 rock steps that descend alongside stone walls, leading visitors to its impressive reliefs adorning the cliff face. Upon arrival, two distinct temple groups await. The first group, situated west of the river, comprises four sanctuaries, a fountain, and a bathing pond, believed to be the resting place of minor queens or concubines. Adjacent to it is a vihara, likely housing caretakers of the tombs. On the eastern side, the second group mesmerizes with its five meticulously carved sanctuaries arranged in curved spaces. These temples, strategically positioned within a basin, safeguard them from erosion. Speculations suggest they are dedicated to King Udayana, Queen Mahendradatta, and their sons Airlangga, Anak Wungsu, and Marakata. Notably, the leftmost temple is believed to honor Anak Wungsu. While no human remains have been discovered within the candi, inscriptions on the false doors provide tantalizing hints of names or titles associated with the tombs. Additionally, the complex boasts the Geria Pedanda, a hermitage known as the "tenth tomb," likely the burial site of a high-ranking official. Exploring Gunung Kawi Temple is a captivating journey through ancient history, where visitors traverse rice fields to encounter hidden hermitage niches and partially completed temples. The site's mystical ambiance, breathtaking carvings, and riverfront setting create an unforgettable experience, transporting visitors to a bygone era of Balinese culture and spirituality.Bahasa Indonesia: Pura Gunung Kawi, juga dikenal sebagai Pura Tebing Gunung Kawi, adalah kompleks pura dan pemakaman abad ke-11 yang mempesona yang terletak di desa Tampaksiring, Bali. Situs arkeologi yang dilindungi ini terbentang di kedua tepi Sungai Pakerisan, memikat pengunjung dengan lokasinya yang unik yang terukir di sisi tebing batu.
Legenda mengatakan bahwa Candi Gunung Kawi mendapatkan namanya dari kombinasi "Gunung" yang berarti "gunung" dan "Kawi" yang berarti "patung", menandakan sebuah candi yang diukir di atas gunung. Dibangun pada masa pemerintahan Raja Udayana dan berlanjut hingga pemerintahan Anak Wungsu, memiliki makna sejarah yang besar dalam dinasti Warmadewa Bali. Kuil ini memiliki 315 anak tangga batu yang luar biasa yang turun di sepanjang dinding batu, mengarahkan pengunjung ke reliefnya yang mengesankan menghiasi permukaan tebing. Saat tiba, dua kelompok candi yang berbeda menunggu. Kelompok pertama, terletak di sebelah barat sungai, terdiri dari empat tempat suci, air mancur, dan kolam pemandian, yang diyakini sebagai tempat peristirahatan ratu atau selir kecil. Berdekatan dengan itu adalah vihara, kemungkinan penjaga makam. Di sisi timur, kelompok kedua memesona dengan lima tempat suci yang diukir dengan cermat yang diatur dalam ruang melengkung. Candi-candi ini, ditempatkan secara strategis di dalam cekungan, melindunginya dari erosi. Spekulasi menunjukkan bahwa mereka didedikasikan untuk Raja Udayana, Ratu Mahendradatta, dan putra mereka Airlangga, Anak Wungsu, dan Marakata. Khususnya, candi paling kiri dipercaya untuk menghormati Anak Wungsu. Meskipun tidak ada jenazah manusia yang ditemukan di dalam candi, prasasti di pintu palsu memberikan petunjuk menggoda tentang nama atau gelar yang terkait dengan makam tersebut. Selain itu, kompleks ini membanggakan Geria Pedanda, sebuah pertapaan yang dikenal sebagai "makam kesepuluh", yang kemungkinan merupakan tempat pemakaman pejabat tinggi. Menjelajahi Candi Gunung Kawi adalah perjalanan yang menawan melalui sejarah kuno, di mana pengunjung melintasi persawahan untuk menemukan relung pertapaan tersembunyi dan candi yang baru setengah jadi. Suasana mistis situs, ukiran yang menakjubkan, dan pengaturan tepi sungai menciptakan pengalaman yang tak terlupakan, membawa pengunjung ke era lampau budaya dan spiritualitas Bali. |
| Date | |
| Source | Own work |
| Author | Pinterpandai.com |
| Camera location |   | View this and other nearby images on: OpenStreetMap |  |
|---|
Licensing
[edit]
- You are free:
- to share – to copy, distribute and transmit the work
- to remix – to adapt the work
- Under the following conditions:
- attribution – You must give appropriate credit, provide a link to the license, and indicate if changes were made. You may do so in any reasonable manner, but not in any way that suggests the licensor endorses you or your use.
File history
Click on a date/time to view the file as it appeared at that time.
| Date/Time | Thumbnail | Dimensions | User | Comment | |
|---|---|---|---|---|---|
| current | 11:58, 3 July 2023 | | 4,032 × 3,024 (3.57 MB) | Pinterpandai (talk | contribs) | Uploaded own work with UploadWizard |
You cannot overwrite this file.
File usage on Commons
There are no pages that use this file.
